Bentuk Perkawinan Silariang di Desa Lampenai Kecamatan Wotu Kabupaten Luwu Timur Sulawesi Selatan
DOI:
https://doi.org/10.56799/jim.v1i11.793Abstract
Abstrak : Perkawinan silariang tidak diperbolehkan menurut adat, negara serta agama, namun dewasa ini masih banyak orang yang melakukan silariang bersama dengan orang yang dicintai meskipun ditentang oleh keluarga, adat dan agama. Silariang berkaitan dengan siri’ (harga diri) keluarga yang sangat dijaga. Apabila harga diri terinjak-injak maka akan mendapatkan balasan yang setimpal dengan harga diri. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan faktor-faktor yang melatarbelakangi silariang dilakukan oleh sepasang kekasih dan untuk menjelaskan implikasi yang ditimbulkan apabila melakukan silariang di Desa Lampenai. Pemberian sanksi kepada pelaku silariang dapat dikaji menggunakan teori interpretatif simbolik, sedangkan bentuk perilaku silariang sebagai penyimpangan sosial dapat dikaji menggunakan teori penyimpangan sosial. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan model penelitian etnografi melalui teknik observasi partisipasi. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa silariang ialah bentuk perkawinan yang tidak diakui secara resmi oleh masyarakat. Silariang dilakukan ketika laki-laki dan perempuan melarikan diri dari kediaman masing-masing dan melangsungkan pernikahan di domisili baru keduanya.
Downloads
Downloads
Published
How to Cite
Issue
Section
License
Copyright (c) 2022 Nurulfikah Utami, Ida Bagus Gde Pujaastawa, I Ketut Kaler
![Creative Commons License](http://i.creativecommons.org/l/by/4.0/88x31.png)
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.